Minggu, 09 Juni 2013

Ahdaful- Musyarokah


Ustadz Hilmi Aminuddin

Sejak awal, musyarokah kita keterlibatan kita dalam pemerintahan—sama sekali bukan ditujukan untuk kemenangan zhahir saja yang cenderung diisi dengan al-kibr dan al-kibriya’, merasa besar dan sombong.

Kita bermusyarokah untuk mencapai kemenangan sejati, yang didefinisikan oleh Imam Ahmad ibnu Hanbal:

ما لازم الحق قلوبنا

Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.

Kemenangan sejati juga adalah jika kita berhasil menegakkan kedaulatan Allah di dalam diri kita. Berhasil menegakkan kedaulatan Allah di dalam keluarga kita. Berhasil menegakkan kedaulatan Allah di rumah kita, di bangsa kita dan di negeri kita. Sehingga orientasi hidup bangsa kita adalah mardhotllah, ridho Allah semata.

Oleh karena itu pertama-tama yang harus kita pastikan adalah ahdaful musyarokah (tujuan-tujuan musyarokah) kita. Jangan sampai berpesong sedikitpun.

Al-Musyarokah littauhiid wal binaa’ ( المشاركة للتوحيد والبناء )

Musyarokah kita bertujuan untuk berkontribusi dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkontribusi untuk membangun bangsa dan negara ini sehingga mencapai kesejahteraan, kejayaan serta kedamaian dengan bangsa-bangsa lain dalam pergaulan internasional. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Persatuan dan kesatuan bangsa ini jangan sampai dirongrong, dirusak, dicerai-beraikan oleh agenda-agenda yang diprogram dari luar yang menghendaki perpecahan. Kita harus menjadi junudullah (prajurit-prajurit Allah) terdepan dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negeri ini. Karena negeri ini adalah anugerah besar dari Allah—ba’da al-iman, setelah iman—yang harus kita syukuri dengan memberdayakan, menjayakan dan mengunggulkannya. Sehingga mampu memberi kontribusi positif dalam pergaulan antar bangsa dalam kehidupan global.

Al-Musyarokah littaqwiyah wat tatsbit ( المشاركة للتقوية والتثبيت )

Selain mempersatukan dan membangun, berdaya kohesif dan menjadi penerus pembangunan bangsa dan negara ini, musyarokah kita juga harus berkontribusi dalam mewujudkan negara yang kuat dan kokoh. Jangan menjadi negeri yang dilecehkan dan dideskreditkan tetangga-tetangganya. Jangan menjadi negara dan bangsa yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain, bahkan menjadi beban dalam pergaulan internasional.

Untuk menjadi factor taqwiyah wa tastbit, memperkuat dan mengokohkan kehidupan berbangsa dan bernegara ini, modalnya hanya satu: bersyukur! Negeri ini menghendaki para kader, pemimpin, pejuang, dan mujahid yang pandai bersyukur. Allah sudah memberikan banyak sekali karunia-Nya kepada negeri ini. Namun banyak potensi yang belum terolah, sehingga terbengkalai dan mubadzir. Bahkan banyak potensi yang diekploitasi oleh kekuatan-kekuatan asing. Ini karena kelemahan dan kebodohan kita, terjebak oleh kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga kekayaan yang diberikan oleh Allah ini tergadaikan kepada negeri asing dengan amat sangat murah.

Kita harus waspada dan berani mengevaluasi kebijakan-kebijakan lama yang menyiksa bangsa ini. Berani mengevaluasi seluruh produk-produk konstitusi, perundang-undangan, perda-perda, perjanjian-perjanjian dengan luar negeri yang melemahkan bangsa ini, yang menjadikan bangsa ini terpuruk. Kekayaan melimpah ruah, bukan dinikmati oleh rakyat. Tapi hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu. Bahkan mengalir setiap hari ke negeri-negeri asing. Bukan dalam kerjasama yang saling menguntungkan. Tapi kerjasama yang timpang yang mengandung unsur pelecehan, penipuan, dan konspirasi kepada bangsa ini. Semua ini harus dihentikan.

Al-Musyarokah lit taghyiir wat tajdiid ( المشاركة للتغيير و التجديد )

Kita tidak ingin bangsa ini statis, jumud dan mandeg. Oleh karena itu tujuan musyarokah kita yang ketiga adalah al-musyarokah lit taghyiir wat tajdiid. Musyarokah kita, kontribusi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah melakukan perubahan dan pembaharuan.

Setiap hari Allah SWT memberikan pelajaran kepada kita bagaimana ciptaan-ciptaannya selalu berubah dan memperbaharui diri. Selalu tumbuh dan berkembang. Lahirnya seorang anak dimulai dengan jeritan tangis yang merupakan symbol kehidupan dan mulai berfungsinya organ-organ utama tubuh, terutama paru-paru dan jantung. Mula-mula matapun tidak bisa melihat, tulang-tulangnya lembek dan lemah. Tapi dari hari ke hari kita lihat matanya semakin berbinar terang. Pertama-tama yang ia tahu hanya ibunya. Kemudian akhirnya mulai bisa tahu ayahnya. Berkembang mulai bisa membedakan warna dan ukuran-ukuran. Bahkan membedakan manfaat-manfaat. Dan mulai bisa membedakan mana yang berbahaya dan mana yang tidak.

Kita lihat pertumbuhan biji-bijian. Biji-biji mulai terbelah merekah, memunculkan tumbuhan kecil. Lalu akarnya menghunjam ke tanah secara bertahap. Sementara batang pohonnya mulai tumbuh berkembang. Berdahan rindang, berdaun hijau, akhirnya berbuah menjadi bermanfaat. Seluruhnya adalah merupakan at-taghyiir wat tajdiid.

Daun-daun yang sudah tua, menguning dan rontok. Tumbuhlah daun-daun muda berkembang menghijau. At-taghyiir wat tajdiid adalah sunnatullah. Kalau bangsa ini tidak mau berubah, statis, dan mandeg, berarti bangsa ini melawan sunnatullah. Kita kader-kader dakwah harus mendorong agar bangsa ini mengikuti sunnatullah. Mengikuti fitrahnya yaitu fitrah perubahan dan pembaharuan.

Semuanya harus berubah, mustahil tidak berubah. Jika tidak mau berubah, dia akan menjadi korban perubahan. Akan digilas oleh perubahan. Makanya kalau kita tidak mau menjadi korban perubahan, kita harus menjadi pelopor perubahan dan pembaharuan.

Semangat perubahan dan pembaharuan adalah bagian penting dari gerakan dakwah. Dari sejak awal dalam manhaj takwiniyah kita tekankan bahwa harakatud dakwah (gerakan dakwah) adalah harakatut taghyiir (gerakan perubahan) dan harakatut tajdiid (gerakan pembaharuan). Kader-kader dakwah harus menjadi :

رُوْحٌ جَدِيْدَةٌ تَسْرِي فِي جَسَدِ الأُمَّةِ

Menjadi jiwa, semangat, moral baru, dan kekuatan baru yang mengalir di tubuh umat ini. Kita harus menjadi innovator perubahan dan pembaharuan di segala sector kehidupan. Jangan sampai bangsa ini tertinggal akibat segan berubah karena malas. Atau bahkan takut berubah, akibat mempertahankan kepentingan-kepentingan pribadi atau kepentingan-kepentingan kelompok/golongan. Karena perubahan dan pembaharuan berarti dinamisasi. Perubahan dan pembaharuan berarti repositioning segenap potensi bangsa.

Dengan musyarokah ini kita melakukan redinamisasi repositioning kita; politik, social, financial, budaya, sains dan teknologi. Kita harus mencapai posisi-posisi baru yang lebih maju, berdaya guna, dan berdaya saing. Juga lebih memberikan manfaat, bukan saja kepada bangsa ini, tapi juga bermanfaat kepada kemanusiaan. Karena bangsa muslim ini mengemban misi utama rahmatan lil’alamin.

Al-Musyarokah lil ishlah wal ihsan ( المشاركة للإصلاح والإحسان )

Karena kita mengemban misi rahmatan lil’alamin, maka musyarokah pun tujuannya adalah berkontribusi untuk selalu ishlah (melakukan reformasi). Ishlah berarti perbaikan dan selalu mengajak damai.

Musyarokah lil ishlah wal ihsan baru bisa kita gulirkan, kalau kita professional. Mempunyai kafaah muntijah (kesalehan kompetensi dan kemampuan produktif ) dan kafaah ijaabiyah (potensi dan kompentensi yang positif).

Kader-kader kita harus menjadi kader-kader unggulan di tengah-tengah pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tafawwuq ma’nawiy berbasiskan tafawwuq iimaniiy, keunggulan moral berbasiskan keunggulan iman. Tafawwuq fikri berbasiskan tafawwuq ‘ilmi, keunggulan idealisme berdasarkan keunggulan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Begitu juga tafawwuq ‘amaliy berdasarkan tafawwuq manhajiy, keunggulan dalam aktivitas berdasarkan keunggulan metode kerja. Sehingga seluruh lapisan masyarakat mendapatkan sentuhan ishlah wal ihsan dari kita. Seluruh lapisan masyarakat, segenap komponen bangsa, lintas partai, lintas ormas, lintas agama, lintas keyakinan, lintas suku, lintas pulau-pulau yang bertebaran beribu-ribu ini merasakan khuthuwat ishlahiyah dan khuthuwaat ihsaniyah kita.

Al-Musyarokah lit taqwiim wat tasydiid ( المشاركة للتقويم والتسديد )

Musyarokah kita bertujuan untuk berkontribusi dalam meluruskan dan mengakuratkan tujuan hidup dan perjuangan bangsa ini. Agar bangsa ini tidak menyimpang dari tujuan utamanya.

Allah memerintahkan kepada kita agar kita lurus, sesuai dengan fitrah diciptakannya.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (الروم : ٣٠

Tidak ada bangsa atau umat atau bahkan makhluk yang bisa hidup baik, tenang, tentram dan sejahtera kecuali harus lurus dalam fitrahnya. Nilai-nilai fitrah ini adalah nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Al-Qur’an mengokohkannya dengan nilai-nilai syar’iyyah.

Sebagai kader dakwah kita harus selalu waspada terhadap kemungkinan berbagai penyimpangan, penyimpangan diri dan penyimpangan di tengah-tengah umat dan bangsa ini. Kita harus menjadi unsur muqawwim (yang meluruskan) wat tasdiid (mengarahkan) agar bangsa ini jangan disorientasi.

Seluruh kader dakwah ini harus berusaha dan mampu mengkonsolidasi, mengkoordinasi, dan memobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di dalam bangsa ini. Siapapun mereka, partai apapun mereka, ormas apapun mereka dan agama apapun mereka, suku bangsa apapun mereka. Penghuni pulau manapun mereka. Kita harus mampu melihat potensi positif dan konstruktif untuk membangun bangsa ini mencapai kesejahteraan, kedamaian dan kejayaannya.

Selain itu kita harus selalu berupaya untuk mempersempit ruang gerak, perilaku, dan peran potensi negative destruktif. Agar kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak terprovokasi, terpecah belah, terlemahkan, terkecoh , tergadaikan, bahkan terjual oleh potensi negative destruktif itu. Sehingga kehidupan bangsa kita tetap bersatu, damai, tentram dan bersemangat untuk kerja keras mencapai tujuan-tujuan nasional, yaitu menjadi bangsa dan Negara yang diridhai oleh Allah SWT.

Sejak awal, ikhwan dan akhwat digembleng diantaranya untuk misi amar ma’ruf nahi munkar. Dalam musyarokah lit taqwiim wat tasdiid inilah peran amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dimanapun antum berada. Apakah di lembaga legislative, lembaga eksekutif atau yudikatif. Dalam mengelola jama’ah, kehidupan bermasyarakat, lembaga-lembaga social, pendidikan, kebudayaan, dan perekonomian. Tetap taqwim dan tasdiid adalah merupakan refleksi dari misi amar ma’ruf nahi munkar kita.


*)http://al-intima.com/taujih-ust-hilmi-aminuddin/ahdaful-musyarokah

Belajar dari 'Aidh Al-Qarny Menghadapi Pendengki

Oleh Ustadz Farid Nu'man

Menyeru manusia kepada jalan Allah ibarat perdagangan. Seorang yang berdagang pasti memiliki pesaing. Ada pesaing yang sehat dan ada pula yang hasud (dengki). Si pendengki akan melakukan upaya apa saja untuk menggembosi pedagang lain yang lebih laku.

Lalu bagaimana para da’i menyikapinya?

Berikut akan kami kutip nasihat Syaikh Dr. ’Aidh Abdullah al-Qarny hafizhahullah dari buku Silakan Terpesona, beliau menulis:

Bagaimanapun Anda berbuat baik kepada orang yang hasud, misalnya membawakan makanan dan minuman kepadanya, memakaikan pakaiannya, membawakan air wudhunya, menyikatkan permadaninya, membersihkan rumahnya, dan lain-lain, Anda akan tetap dianggapnya sebagai musuh. 

Mengapa demikian? Sebab, hal-hal yang menjadi pemicu permusuhan dengannya itu masih melekat pada diri Anda, yaitu keutamaan, ilmu pengetahuan, tata krama, harta, atau jabatan Anda. Bagaimana pun Anda tidak akan dapat berdamai dengannya selama Anda belum menanggalkan karunia-karunia tersbut dari diri Anda. Orang yang iri hati akan selalu menunggu-nunggu saat Anda terpeleset, menanti-nanti kapan Anda terjatuh, dan berangan-angan suatu saat Anda tergelincir.

Hari terbaik baginya adalah hari Anda jatuh sakit, malam terindah baginya adalah malam Anda jatuh miskin, dan saat-saat paling membahagiakan baginya adalah hari Anda tertimpa bencana, dan waktu yang paling disukainya adalah hari dia melihat Anda gelisah, resah, sedih, dan rapuh.

Momen yang paling menyiksanya adalah ketika ia melihat Anda menjadi kaya raya. Berita paling menyedihkannya adalah ketika Anda meraih keberuntungan dan menjadi orang terhormat. Dan bencana paling besar baginya adalah ketika Anda mendapat promosi.

Tawa Anda adalah tangisnya, pesta Anda adalah upacara kematiannya, dan keberhasilan Anda adalah kegagalannya.

Dia akan melupakan segala-galanya tentang diri Anda, kecuali kesalahan-kesalahan Anda. Dia tidak memandang apa pun kepada diri Anda, kecuali pada kekurangan-kekurangan Anda. Kesalahan Anda yang kecil, baginya lebih besar daripada gunung Uhud. Dosa Anda yang sepele, menurutnya lebih berat daripada gunung Tsahlan. Meskipun Anda lebih fasih daripada Sahban, baginya Anda lebih gagap daripada Baqil. Meskipun Anda lebih dermawan daripada Hatim, baginya Anda lebih kikir darpada Madir. Meskipun Anda lebih cerdas daripada Asy Syafi’i, dia memandang Anda lebih bodoh dari pada Habnaqah.

Orang yang memuji Anda di hadapannya dianggapnya pendusta. Orang yang menyanjung Anda di dekatnya dianggapnya orang munafik. Orang yang memuji Anda di majelisnya dianggapnya orang rendah yang tak tahu etika. Sebaliknya, dia mempercayai orang yang mencela Anda, menyukai orang yang membenci Anda, mendekati orang yang memusuhi Anda, menolong orang yang tidak menyukai dan tidak akrab dengan Anda.

Warna putih menurut pandangan mata Anda, terlihat hitam baginya. Siang dalam penglihatan Anda, malam dalam pandangannya.

Maka dari itu, janganlah Anda menjadikannya sebagai hakim dalam perkara Anda dengan orang lain, karena dia telah memvonis Anda bersalah sebelum mendengar tuntutan dan melihat bukti-bukti. Janganlah Anda membocorkan rahasia kepadanya, karena dia sangat bersemangat menyebarkan dan menyiarkannya. Ia menyimpan kekeliruan Anda sampai hari ia membutuhkannya dan mencatat kesalahan Anda sampai hari ia memerlukannya. 

Cara menghadapinya hanyalah menghindari dan meninggalkannya, menghilang dari pandangannya, menjauhi rumahnya, dan menyingkir dari tempatnya. Sebab, dia sebenarnya adalah sang penindas yang berpenampilan orang yang tertindas. Tak usah Anda membalasnya, sudah cukup baginya kepahitan di kerongkongannya, duka nestapa yang dialaminya, kesedihan yang merundungnya, dan kecelakaan yang dirasakannya.

Andalah yang membuatnya sakit dan menderita; andalah yang membuatnya tidak bisa tidur dan gundah gulana; andalah yang mendatangkan kegelisahan, kesedihan, kelelahan, dan keletihan padanya.

Aku berhasil, maka sujudlah orang yang dulu mencela diriku
Dia tidak kucela, itulah pemaafan dan penghinaanku baginya
Itu juga yang kualami di antara keluarga dan orang sebangsaku
Sebab, barang yang berharga memang aneh di mana saja berada
Orang yang iri pada kebaikanku, berdusta di belakangku
Berghibah sembunyi-sembunyi, memuji-muji di depan mata

Demikian nasihat dari Syaikh Dr. ’Aidh al Qarny hafizhahullah.

Sungguh, kedengkian adalah penyakit mematikan bagi pengidapnya. Hatinya sempit, jiwanya bergoncang, pikiran pun buram, karena semua telah diliputi rasa khawatir terhadap kemuliaan orang lain, sedih terhadap kebahagiann orang lain, dan marah terhadap pujian yang diterima orang lain.

Dengki tidaklah memandang usia dan tempat, ia bisa diidap siapa saja dan hidup di mana saja. Orang yang menjadi korban juga tidak memandang usia dan posisi, siapa saja pernah menjadi sasaran kedengkian. Baik itu jamaah, ulama, da’i, politisi, tokoh negara, guru, pedagang, dan sebagainya. Maka carilah ridha Allah ’Azza wa Jalla dalam berda’wah, jangan hiraukan ucapan yang melemahkan, tuduhan yang menggoncangkan, dan fitnah yang membingungkan, karena ketika Anda menjadikan Allah ’Azza wa Jalla sebagai satu-satunya tujuan dan tempat bersandar, maka musuh-musuhmu akan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali celaka bagi dirinya sendiri.

Wallahu A’lam wa Lillahil ’Izzah

Menuai Hikmah Dibalik UJIAN



Menuai Hikmah Dibalik UJIAN
Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak Adam, sebagaimana alat pandai besi dapat menghilangkan karat besi.
Tak ada manusia yang luput dari cobaan hidup. Tak ada keberhasilan yang tak melewati ujian dan tantangan. Semakin bertambah usia seseorang, semakin kencang pula angin kehidupan berhembus untuk menguji ketegaran dan keimanannya.

Ujian hidup bukanlah bentuk kekejaman dari Sang Pencipta. Sebagaimana ujian sekolah bukanlah bentuk hukuman sewenang-wenang dari sang guru untuk muridnya. Diadakan ujian, karena memang sebelumnya sudah ada pelajaran yang telah diberikan oleh sang guru.

Begitu pula ujian hidup. Sang Pencipta sudah membekali manusia dengan akal, hati nurani, kitab suci dan nasehat para Nabi-Nya. Jika bekal itu sudah diberikan, maka pada saatnya ujian itu akan datang.

Dalam menghadapi suatu perjuangan hidup sudah dipastikan kita akan menghadapi suatu ujian, dalam menghadapi ujian itulah maka kita sangat memerlukan suatu keyakinan. Jika kita yakin bahwa kita akan mampu menghadapi dan melalui dengan mudah, maka kita akan mudah pula menghadapi ujian tersebut. Keyakinan adalah sebuah doa yang mampu menumbuhkan suatu bentuk motivasi bagi diri pribadi, yang nantinya berguna dalam menghadapi ujian.
Allah SWT berfirman, "Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amatlah dekat." (Q.S. Al-Baqarah 2 : 214).

Selain sebagai suatu motivasi dan doa, keyakinan adalah melaksanakan apa yang diamanatkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu mengokohkan keimanan yang ada dalam qalbu kita, sehingga ujian yang menimpa diri kita bisa dijadikan investasi untuk akherat kita.

Ujian adalah guru yang tidak berucap, tetapi ia sebenarnya banyak memberikan pelajaran dan pendidikan kepada kita. Ujian terkecil (apalagi besar) yang kita alami, semuanya adalah takdir Allah yang memiliki hikmah yang begitu besar. Orang yang dapat mengetahui hikmah itulah yang mendapat pengajaran dan pendidikan dari setiap takdir Allah SWT. Betapa  besarnya hikmah yang akan kita dapatkan dibalik ujian yang menimpa diri kita, yaitu:

1.      Akan merasakan nikmat Allah

Demikian banyak nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Tak seorang pun manusia yang mampu menghitungnya, walau menggunakan alat secanggih apapun.

Begitu banyaknya nikmat Allah, sehingga kita seringkali terlena untuk mensyukurinya. Bahkan, kita baru bisa menikmatinya setelah kita menghadapi ujian atau kesulitan. Kita tidak akan menikmati kemenangan, kecuali jika pernah mengalami terlebih dahulu pahitnya kekalahan. Kita tak akan pernah mengalami nikmatnya mata, kecuali jika mata kita terkena gangguan penyakit. Untuk itu, sebelum kita ditimpa ujian atau kesulitan, maka kita harus mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Ingatlah, setiap ujian yang terasa pahit dan mungkin menyakitkan merupakan proses menuju jenjang kenikmatan yang sesungguhnya, di dunia maupun akhirat. Karena itulah Rasulullah saw. menganjurkan kita untuk senantiasa berdo'a ketika melihat yang tertimpa ujian/musibah, dengan mengucapkan, 
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى عَافَانِى مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِى عَلَى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً إِلاَّ عُوْفِيَى مِنْ ذَالِكَ الْبَلاَءِ {رواه الترمذى}
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan diri dari apa-apa yang diujikan kepadamu dan yang telah melebihkan diriku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Dia ciptakan." (H.R. Tirmidzi)

 

2.      Mampu Meraih Cinta Allah SWT.

Segala sesuatu dasarnya adalah cinta. Setiap kali cinta terjalin antara manusia dengan yang dicintainya, maka ia menuntut ketaatan. Semakin besar rasa cintanya, semakin besar pula dorongan untuk mentaatinya, dan semakin kecil cintanya, dorongan untuk mentaatinya pun semakin melemah.

Ujian pada hakekatnya berpangkal dari kecintaan Allah terhadap hamba-Nya, Rasulullah saw bersabda, 

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ {رواه الترمذى}
"Apabila Allah menginginkan kebaikan (kecintaan) kepada hamba-Nya maka akan menyegerakan balasannya (ujiannya) di dunia, dan apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka Allah akan menunda balasan dari dosanya, sampai Allah sempurnakan balasannya di hari kiamat." (H.R. Tirmidzi)

 

3.      Menghapus kesalahan dan dosa

Yakinlah, bahwa kesalahan-kesalahan akan berguguran lantaran ujian yang dialami. Abdullah bin Mas'ud pernah menuturkan bahwa dirinya pernah menemui Rasulullah saw. tatkala beliau sakit demam. Lalu aku (Abdullah bin Mas'ud) berkata : "Wahai Rasulullah, sungguh engkau benar-benar sakit demam yang sangat tinggi." Beliau menjawab :"Benar, aku sedang demam sebagaimana demamnya dua orang dari kalian," Aku bertanya, "Ya Rasulullah, berarti engkau akan mendapatkan dua pahala, karena sakit demam yang engkau derita?" Beliau menjawab : "Benar. Aku akan mendapatkan dua pahala karena demam yang aku derita. Tidaklah seorang mukmin tertimpa ujian sebesar duri dan lebih besar dari itu, kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya sebagaimana pepohonan menggugurkan dedaunan". (H.R. Ahmad)

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda,

لاَ تَسُبِّيَى الْحُمَّى فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ {رواه مسلم}
"Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak Adam, sebagaimana alat pandai besi dapat menghilangkan karat besi.(H.R. Muslim).

Ujian demi ujian yang menimpa diri kita, jika disikapi dengan kesabaran, maka ujian tersebut akan menggugurkan setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan, serta akan menambah pahala bagi kita.

 
4.      Mendapat balasan dari Allah SWT

Setiap manusia tentunya akan mendapat ujian, baik itu muslim maupun kafir. Ujian yang menimpa diri kita ada yang ringan, ada pula yang berat, tergantung kadar kemampuan yang kita miliki. Bagi orang kafir, ujian yang mereka terima tidak akan mendapatklan pahala surga, tetapi yang akan mereka dapatkan adalah azab neraka. Sedangkan bagi orang muslim, ujian yang diterimanya akan mendapatkan rahmat dan pahala dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya 


...وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ {البقرة ۲ : ۱۵۵ - ۱۵۷}
"Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun' (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Al-Baqarah [2] : 155 - 157)

Kalimat Istirja' (Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun) adalah kalimat yang ducapkan pada saat kita mendapat ujian (musibah) dari Allah SWT.

Bagi orang yang terkena musibah/ujian, hendaklah selalu mengucapkan doa istirja', agar setiap musibah yang menimpa dirinya akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT.