Hidup adalah masa karya.
Setiap kita diberi rentang waktu, yang kemudian kita sebut umur, untuk
berkarya. Harga hidup kita, di mata kebenaran, ditentukan oleh kualitas karya
kita. Maka sesungguhnya waktu yang berhak diklaim sebagai umur kita adalah
sebatas waktu yang kita isi dengan karya dan amal. Selain itu, ia bukan
milikmu.
***Itulah
undang-undang kebenaran tentang hakikat waktu. Kita bukan waktu yang kita
miliki. Tapi kita adalah amal yang kita lakukan.
Dalam
relung hakikat itulah Allah SWT menurunkan titahNya untuk ‘berpacu’ dan
‘berlomba’ dalam medan kehidupan (as-Sibaq). Hidup ini adalah jalan panjang
yang harus kita lalui. Tak satupun diantara peserta kehidupan itu yang
diberitahu dimana dan kapan ia harus berhenti. Sebab tempat perhentian pertama
yang engkau tempati berhenti adalah ajalmu. Akhir masa karyamu.
Begitulah
para sahabat dan semua manusia muslim yang agung dan besar yang pernah hadir di
pelataran sejarah, memahami makna waktu dan hidup, serta melaluinya dengan
semangat perpacuan yang tak pernah dapat digoda oleh kelelahan.
Apa
yang mereka pakai adalah kendaraan jiwa yang seluruh muatannya adalah makna
hidup itu sendiri, serta kehendak yang telah terwarnai oleh makna itu. Tak ada
ruang kosong dalam kendaraan jiwa mereka yang tak terisi oleh kehendak dan
azimah.
Perjuangan,
bagi manusia-manusia agung itu, adalah sebuah instink yang sama kuatnya dengan
instink lain dalam diri mereka. Sebab, kata sastrawan Mesir, Musthofa Shodiq
Ar-Rofi’i, “Rupanya perjuangan itu mempunyai instink yang sanggup mengubah
seluruh kehidupan ini menjadi kemenangan. Sebab setiap anak pikiran yang
hinggap disitu, selalu langsung menjelma jadi pembunuh-pembunuh kekalahan”.
Mengeluh,
dalam instink perjuangan mereka, hanyalah sepoi yang hendak merayu benteng
obsesi mereka. Kelelahan, dalam tradisi keagungan mereka, bagai sebatang lilin
yang ingin menghisap gelombang. Semua yang ada di permukaan bumi ini adalah
tanah tempat kaki kebesarannya mengayuh derap langkah melewati hari-hari.
Dalam
semangat perpacuan itu, semua tantangan yang mereka temui hanya berfungsi
melahirkan bakat-bakat baru, kecerdasan-kecerdasan baru, kehendak-kehendak
baru.
Inilah
rahasia besar yang menyingkap tabir kebesaran sahabat, tabi’in serta ulama,
zu’ama dan mujahidin besar yang pernah menggoreskan tinta emas dalam sejarah
Islam kita. Banyak diantara mereka yang syahid dalam usia yang teramat muda.
Imam al-Ghazali meninggal dalam usia 45 tahun, Umar bin Abdul Azis dalam usia
39 tahun, dan Hasan al Banna dalam usia 41 tahun. Tapi ‘usia’ mereka bagai
memanjang mengikuti rentang panjang keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar