Minggu, 22 Agustus 2010

Bahagia Saat Menunaikan Ibadah Pada Bulan Ramadhan

Menggapai bahagia dalam ibadah merupakan keniscayaan, karena ibadah merupakan kebutuhan setiap insan dan tujuan dari penciptaan seluruh makhluk di muka bumi ini. Bulan Ramadhan disebut juga dengan bulan ibadah karena pada bulan ini kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah-ibadah sunnah setelah ibadah wajib seperti shalat sunnah Dhuha, sunnah rawatib dan tarawih, qiyamulail, tadarus Al-Qur’an dan lain-lainnya, inilah saatnya bagi umat Islam menggandakan berbagai ibadah menuju taqarrub kepada Allah. Dan inilah saatnya pula kita mengaktualisasikan diri sebagai hamba yang senantiasa kita berjanji menyerahkan hidup dan mati, jiwa dan raga serta nafas ha nya karena Allah SWT bukan untuk yang lain. Sebagaimana Allah berfirman dan senantiasa kita baca pada saat setelah takbiratul ihram ketika shalat:
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِين
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya karena Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu baginya dan karena-Nya aku diperintah, dan aku termasuk yang pertama berserah diri”. (Al-An’am: 162-163)
Allah SWT berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau pula kami memohon pertolongan”(Al-Fatihah)
Dan Allah SWT juga berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat:56)
Ayat-ayat di atas menegaskan kepada kita, akan pengakuan diri kita yang tulus kepada Allah; sebagai hamba-Nya untuk beribadah dan berdoa kepada-Nya, tidak ada sarana lain dalam melakukan ibadah dan berdoa kecuali hanya kepada-Nya, dan melakukannya secara berkesinambungan; kapan pun, dimana pun serta dalam kondisi apapun dan bagaimanapun.
Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan, karena itu jika kita perhatikan, berbagai motif dari perbuatan umat manusia semuanya berujung kepada upaya untuk menggapai kebahagiaan. Hanya saja kebanyakan dari mereka hanya memburu kebahagiaan yang bersifat semu dan sesaat belaka, dan sedikit sekali di antara mereka yang mengejar kebahagiaan hakiki. Dan untuk menggapai kebahagiaan hakiki itu adalah dengan beribadah kepada Allah SWT. Dan di antara manfaat terbesar ibadah adalah memenuhi kebutuhan jiwa yang rindu akan kedamaian dan ketenangan. Bahkan tidak hanya itu, banyak penemuan ilmiah yang mengemukakan dampak positif ibadah tertentu untuk fisik dan psikis manusia. Jika dalam kehidupan sehari-hari semua pekerjaan positif diniatkan untuk ibadah maka akan mendongkrak produktivitas yang sangat luar biasa, karena dirinya akan berusaha untuk melakukan yang terbaik tanpa harus diawasi. Dan bulan Ramadhan merupakan peluang emas bagi setiap muslim untuk menambah pahala dan menggapai kebahagiaan hakiki ini.
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan wajib di luar Ramadhan. Bahagia saat menunaikan shalat wajib secara berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (At-Taubah:18)
Dan diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud berkata:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
“Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah pada hari esok (hari kiamat) sebagai muslim, maka hendaknya menjaga beberapa kewajiban shalat yang selalu diserukan kepadanya, karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada nabi-Nya beberapa sunah yang membawa pada petunjuk, dan beberapa hal tersebut juga merupakan bagian dari sunah yang membawa petunjuk, sekiranya kalian shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana orang yang berbeda pendapat lalu shalat di rumahnya maka kalian akan meninggalkan sunah nabi kalian, dan sekiranya kalian meninggalkan sunah nabi,  maka kalian akan tersesat, dan tidaklah seseorang yang berwudhu (bersuci) lalu baik wudhunya, kemudian bersengaja menuju ke masjid dari masjid-masjid Allah kecuali akan dituliskan kepadanya oleh Allah dari setiap langkah yang dilakukannya satu kebaikan, dan diangkatnya satu derajat serta dihapus darinya dengannya satu keburukan, dan kami telah melihat bahwa tidaklah berbeda pendapat darinya kecuali sebagai orang munafik yang tampak kemunafikannya, dan adalah seseorang akan diberikan dengan hidayah di antara dua orang sampai di tegakkan nya shaf (barisan) shalat”.
Sampai pada batas inilah para sahabat memandang bahwa jamaah di masjid merupakan pembeda antara orang beriman dan munafik, bahkan ketika ada yang sakit dari mereka berusaha untuk dibopong ke masjid hanya karena ingin ikut shalat berjamaah di masjid walaupun dirinya sudah tidak mampu berjalan menuju masjid untuk ikut shalat berjamaah!
Bahwa orang yang berjalan menuju masjid untuk shalat berjamaah, maka ketika pulang dan perginya merupakan tamu Allah dan jamuan Allah, dan Allah akan memberikan kemuliaan kepadanya dari jamuan yang dapat memenuhi hatinya berupa ketenangan dan ketenteraman, memenuhi ruh dan jiwanya akan keridhaan dan kebahagiaan, serta memberikan dada yang lapang dan penuh keceriaan. Rasulullah saw juga bersabda:
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنْ الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
“Barangsiapa yang pergi ke masjid dan pulang darinya, maka Allah akan mempersiapkan untuknya kedudukan yang tinggi di surga setiap kali dirinya pergi dan pulang”. (Muttafaq alaih).
Dan Rasulullah saw menyebutnya dengan al-kafarat (penghapus dosa), beliau bersabda:
وَالْكَفَّارَاتِ وَفِي نَقْلِ الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغِ الْوُضُوءِ فِي الْمَكْرُوهَاتِ وَانْتِظَارِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَمَنْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Al-kaffarat adalah berdiam di masjid setelah shalat, dan berjalan dengan kaki untuk shalat berjamaah, sempurna dalam berwudhu, dan barangsiapa yang melakukan itu maka akan mendapatkan kehidupan yang baik dan meninggal dalam keadaan baik, dan gugur segala kesalahannya seakan baru dilahirkan dari rahim ibunya”. (Tirmidzi)
Allah sangat senang kepada hamba-Nya yang terbiasa ke masjid dan berjamaah. Nabi saw bersabda:
مَا تَوَطَّنَ رَجُلٌ مُسْلِمٌ الْمَسَاجِدَ لِلصَّلَاةِ وَالذِّكْرِ إِلَّا تَبَشْبَشَ اللَّهُ لَهُ كَمَا يَتَبَشْبَشُ أَهْلُ الْغَائِبِ بِغَائِبِهِمْ إِذَا قَدِمَ عَلَيْهِمْ
“Tidaklah seorang muslim pergi ke masjid untuk shalat dan berdzikir kecuali Allah SWT sangat senang dan bergembira kepadanya sebagaimana senang dan gembiranya orang yang lama tidak bertemu dengan saudaranya kemudian berjumpa pada suatu hari”. (Ibnu Majah)
Nabi saw juga bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang berwudhu, lalu sempurna wudhu, kemudian pergi menuju masjid dan mendapati jamaah telah selesai shalat jamaahnya, maka Allah akan memberikan kepadanya seperti ganjaran orang shalat dan hadir pertama kali, tidak dikurangi sedikit pun ganjaran dari ganjaran mereka”. (Abu Daud)
Shalat secara berjamaah pada lima waktu setiap harinya merupakan latihan harian akan sistem jamaah secara nyata dan kongkret, menyatu di dalamnya berbagai bentuk kebaikan; karena dengannya akan terwujud makna persamaan, menghilangkan perbedaan kulit, tingkatan dan ras, mewujudkan persatuan dan aturan pada suatu keinginan dan kehendak, membiasakan orang beriman untuk meluruskan yang salah dan keliru, sekalipun dia adalah seorang imam (pemimpin), dan juga membiasakan sang imam (pemimpin) yang salah dan keliru untuk memperbaiki kesalahannya dan kekeliruannya dan menerima yang benar, siapa pun yang menunjukkan kesalahan tersebut kepadanya.
Kemudian dalam memelihara shalat berjamaah akan menumbuhkan dalam  hati orang yang beriman akan sifat positif, dan menghilangkan sifat negatif dan sikap tidak peduli, mendorong untuk mewujudkan ajaran Islam secara nyata dan kongkret, bekerja untuknya dan mengarahkan hidup di dunia pada jalan kebaikan yang dibawa olehnya.
Karena itulah pada bulan Ramadhan yang penuh berkah, umat Islam diajak kembali untuk ke masjid; memakmurkannya dengan shalat berjamaah, shalat wajib, dzikir dan membaca Al-Qur’an, berbaur di dalamnya dengan orang-orang shalih dan mulia, dan menjadikannya sebagai titik tolak dalam berdakwah, memberikan arahan dan petunjuk bagi dunia secara keseluruhan.
Dengan demikian seorang muslim hendaknya menyadari bahwa ibadah yang Allah perintahkan bukanlah sekedar taklif (beban kewajiban) atas dirinya, namun lebih jauh dari itu merupakan kebutuhan dan bentuk kasih sayang Allah kepadanya. Sama sekali Allah tidak membutuhkan ibadah manusia, namun manusia itu sendiri yang membutuhkan ibadah, karena dengannya akan mendapatkan ketentraman, ganjaran, kedudukan, derajat, kebahagiaan, surga, dan yang lebih utama lagi adalah rahmat dan ridha Allah SWT.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah menegaskan akan kedudukan dan singgasana-Nya yang tidak akan pernah bertambah oleh ibadah manusia dan jin sekalipun, baik dari umat dahulu hingga sekarang semuanya beribadah dan bertaqwa, sebagaimana kedudukan dan singgasana Allah tidak akan jatuh dan berkurang dengan maksiat dan kedustaan seluruh manusia dan jin di muka bumi ini. Seluruhnya akan kembali kepada manusia dan jin itu sendiri.
Nabi Saw bersabda sebagaimana yang difirmankan Allah:
يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا
“Wahai hamba-Ku sekiranya sejak awal hingga akhir kalian, manusia dan jin seluruh satu hati bertaqwa maka itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikitpun, wahai hamba-hamba-Ku sekiranya sejak awal dan akhir kalian dari bangsa jin dan manusia seluruh dalam satu hati berbuat jahat, maka itu semua tidak akan mengungari kerajaan-Ku sedikitpun”.
Subhanallah..
Maha suci Engkau ya Allah yang telah memberikan kasih sayang-Mu kepada kami, kami sadar bahwa ibadah adalah kebutuhan kami dan demi kebaikan kami, karena berikanlah kami kekuatan untuk senantiasa mencintai dan bersungguh-sungguh menunaikannya. Ampunilah atas kelengahan dan kelalaian kami.
Ya Allah segala puji hanya milik Engkau yang telah memberikan hidayah kepada kami dan sekiranya bukan karena hidayah-Mu kami tidak dapat melakukan ini semua.
Ya Allah terimakasih atas karunia-Mu yang telah memberikan kesempatan berada di bulan yang penuh berkah, penuh dengan limpahan dan lipatan pahala dalam ibadah, berikan kami kekuatan untuk dapat menggapai semua yang Engkau sediakan. Amin ya Rabbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar