Selasa, 23 November 2010

Yang Tsabit (prinsipil) dan Mutagayyir (relatif) dalam dakwah


Sesungguhnya dakwah memiliki keistimewaan dengan prinsip-prinsipnya dan tujuannya yang tetap, sejak awal mula kelahiran dakwah. Jadi tidak benar pendapat orang yang mengatakan bahwa dakwah ini awal mula lahir sebagai gerakan dakwah tasawuf dan akhlak, kemudian berubah menjadi gerakan politik.
Universalitas dakwah dan kesempurnaannya telah ditetapkan, jelas dan dideklarasikan sejak dakwah ini diserukan. Risalah-risalah Imam Syahid; dari risalah yang pertama hingga risalah yang terakhir yang disampaikan kepada Ikhwan memiliki manhaj dan prinsip yang sama, dan hal ini tidak bertentangan dengan hakikat bahwa strategi dakwah dalam melaksanakan dan menerapkan memiliki tahapan dan fase-fase tertentu sebagaimana yang dijelaskan dan diarahkan oleh Imam Syahid.
Imam Syahid berkata dalam Muktamar Para Pemimpin Wilayah dakwah pada tahun 1945 M:
“Telah ditetapkan kepada kalian asas pertama dakwah sejak bulan Dzulqa’dah 1347 H/1928 M), dan kalian akan terus memegang teguh dan tegar hingga Allah mewujudkan janji-Nya –insya Allah-.”
Sesungguhnya prinsip-prinsip jamaah adalah prinsip-prinsip Islam itu sendiri, engkau tidak bisa menyimpangkannya. Jamaah dakwah, harus memegang teguh prinsip-prinsip yang khusus baginya dalam gerakan dan pengorganisasian, dan ia memiliki dasar pijakan yang berlandaskan kepada syariat Allah. Sementara sarana-sarana dakwah akan terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi dan keadaan.
“Untuk itu kami harus menegaskan lagi bahwa, sesungguhnya tarbiyah, dakwah dan jamaah yang terorganisir, merupakan prinsip dan ketetapan yang tidak akan berubah. Meskipun sarana-sarana dakwah dan aktivitas-aktivitas yang menyokong misi dakwah semakin berkembang, namun dakwah tetap berada dalam prinsip dan poros yang tidak berubah.
Perubahan dan inovasi pada sarana dan kegiatan-kegiatan dakwah memiliki batasan-batasan dan prinsip yang harus dipenuhi serta melalui institusi-institusi jamaah yang menetapkan syura dan nota-nota kesepakatan.
Tentang Rasa Kepemilikan Terhadap Islam
Jamaah tidak memonopoli sifat Islam untuk dirinya semata, dan menapikannya dari kelompok-kelompok yang lain, karena ia bukan jama’atul al Muslimin (kelompok kaum muslimin) yang siapa saja meninggalkan dan berbeda dengannya maka telah keluar dari agama Islam, namun ia merupakan jama’atul minal muslimin (sebuah kelompok dari kaum muslimin) yang berdiri demi mewujudkan tujuan-tujuan Islam sesuai dengan ideologi dan manhaj yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah, sebagaimana yang dipahami dan diyakini sebagai jalan yang benar dan tidak ada jalan yang lain. Jamaah tidak menetapkan sebuah hukum (ketetapan) terhadap orang lain, hanya Allah semata yang berhak menetapkan hukuman terhadap mereka. “Kami adalah para da’I, dan bukan hakim yang menghukumi.”
Jamaah tidak berdiri di atas mazhab tertentu, namun ia terbuka untuk yang lain sesuai dengan pemahaman Islam yang komprehensif dan mengajak kepadanya, dan mengajak untuk bekerjasama untuk mengembalikan kemulian umat Islam dan mewujudkan tujuan-tujuan Islam seluruhnya.
Hujjah
Jamaah dan prinsip-prinsipnya merupakan hujjah bagi kader-kader dakwah, dan bukan kader yang menjadi hujjah baginya. Sejauhmana sesesorang mengambil dan menerapkan nilai-nilai dakwah dan tarbiyah, serta ketaatannya terhadap prinsip-prinsip dakwah, maka sebesar itu pula ia berperan sebagai representasi dakwah ini, walaupun ia sebagai prajurit dakwah yang berada di akhir barisan.
Imam Syahid berkata, Ada beberapa orang yang ada di barisan kami, namun sesungguhnya ia tidak bersama kami, dan ada beberapa orang yang tidak berada di barisan kami, namun ia bersama kami.”
Beliau juga berkata tentang kewajiban dakwah dan ajaran-ajarannya:
“Cengkeramlah dengan sungguh-sungguh bimbingan-bimbingan ini. Jika tidak maka dalam barisan orang-orang yang duduk dan para pemalas masih terdapat kursi-kursi yang kosong.”
“Saya yakin, jika engkau mengetahuinya dengan baik dan engkau menjadikannya sebagai cita-cita dan orientasi hidupmu, maka balasanmu adalah kehormatan hidup di dunia dan kebajikan serta ridha di akhirat. Engkau bagian dari kami dan kami bagian dari dirimu. Jika engkau berpaling darinya lalu duduk-duduk santai saja, maka tiada lagi hubungan antara kita. Jika engkau seseorang yang biasa berada di depan majelis kita, di pundakmu tertempel gelar-gelar mentereng, dan kau tampak begitu menonjol di antara kita, maka dudukmu akan dihisab Allah dengan seberat-beratnya hisab.”
Jadi yang merepresentasikan jamaah dan menyampaikan sikap-sikapnya secara langsung, adalah qiyadah (pemimpin) tertinggi, yang disebut Mursyid ‘am, atau siapa yang dipercayakan sebagai juru bicara atas nama jamaah dan menyampaikan pandangan-pandangannya. Adapun individu dalam jamaah dakwah dan siapa saja yang bergabung dengan jamaah ini, -dengan tetap berada dalam satu kesatuan dan ideologi yang sama-, maka setiap orang berhak memiliki pandangan, ijtihad, dan interpretasi dalam pemikiran dan dakwah Islam, selama tidak keluar dari batasa-batasan syariat, prinsip dan sikap-sikap jamaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar