Minggu, 05 September 2010

Kesiapan Menjadi Naqib/Murabbi

QUALITY PRODUCTS begin with QUALITY PERSON and QUALITY THINKING Materi Pembahasan
1. Quality Person
Motivasi
1. Apakah antum benar-benar bersedia menjadi Murabbi/naqib?
2. Apakah antum memiliki keinginan untuk posisi ini?
3. Bagaimana perasaan antum jika tidak terpilih menjadi Murabbi/naqib?
4. Sebutkan hal-hal apa yang menyebabkan antum menginginkan posisi itu? Apa yang paling utama?
5. Atau bahkan apa yang menyebabkan antum menghindar dari penunjukan menjadi Murabbi/naqib?
Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya sebatas simulasi untuk mendapatkan kejelasan intima’ kita pada tugas mulia ini. Mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan? Menguji apa yang menyebabkan kita melakukan sesuatu adalah sangat penting. Penting bukan hanya bahwa motivasi sangat menentukan keberhasilan kepemimpinan, namun karena Allah mengetahui setiap hati dan senantiasa mengawasi detak hati kita. (Qs.40:19).
Allah mengikuti arah langkah hati kita, kemana saja hati itu diarahkan (Qs.53:45). Hanya dengan motivasi yang benar, ikhlas karena Allah maka segala sesuatu yang dikerjakan hamba-Nya menjadi berharga di sisi Allah. Maka menjadi keharusan bagi setiap naqib untuk selalu mengontrol hatinya agar terhindar dari jebakan-jebakan setan.
a. Hati-hati terhadap Posisi yang mendorong kita menjadi GHURUR.
- keinginan untuk menguasai
- keinginan untuk dihormati/diakui.
- keinganan untuk menjadi dikenal
b. Hati-hati dengan Perasaan TERPAKSA.
Seseorang menjadi MURABBI/NAQIB bisa jadi karena terpaksa, disebabkan tuntutan lapangan, kekurangan SDM, desakan yang terus-menerus dari MURABBI/NAQIBnya. Maka untuk menghindari rasa bersalah dan dipersalahkan maka seorang al akh berpikir kalau dia tidak mau maka akan mengecewakan MURABBI/NAQIBnya, dll.
c. Hati-hati terhadap “SINDROM KESUKSESAN”.
Beberapa pemimpin, memimpin hanya untuk memenuhi hasrat dan ambisi saja. Tujuan dan sasarannya adalah hanya mengukur kekuatan, inilah yang menjadi motivasi utama di dalam hidup mereka. Cita-cita itu memang baik, tetapi akan menjadi tidak patut jika dikendalikan oleh sindrom “lebih”. Pemimpin puas jika telah melakukan lebih baik daripada pemimpin tahun lalu atau dia merasa gagal.
Contoh kepemimpinan khalid bin walid. Uraikan tentang sikap pemecatan dan sikap umar ra.
MURABBI/NAQIB SEBAGAI Qiyadah
Dalil-dalil tentang fungsi qiyadah sebagai pengayom sekaligus pembina ummat, Seorang MURABBI/NAQIB dalam fungsinya sebagai pembina ummat, Memimpin dan membimbing, Membina dan mengajar dengan benar, Merawat, melindungi dan melayani, Bertanggung jawab terhadap usrah.
Seorang MURABBI/NAQIB adalah orang yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin umat binaannya. Pemimpin harus kembali mempertanggung jawabkan segala perbuatannya kepada Allah. Seorang MURABBI/NAQIB harus konsisten dan komitmen dan menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Lihat tentang hadits-hadits berkaitan dengan amanah dan tanggung jawab.
MURABBI/NAQIB SEBAGAI Syuyukh
Kematangan rohani adalah menyadari diri belum dewasa atau matang. Kedewasaan/kematang an rohani adalah proses yang sedang dijalani, bukan tingkat yang telah dicapai. Belajar seumur hidup bukanlah suatu hal yang alamiah. Berikut adalah sikap yang diperlukan untuk dapat belajar seumur hidup.
BERSEDIA DIAJAR.
Kita belajar karena mengasumsikan bahwa ada hal-hal yang kita tidak tahu dan ada sumber-sumber yang dapat mengajar kita. Sayangnya kita sering bersikap, ” Saya suka belajar tetapi saya tidak suka diajar !” Sikap ini mungkin disebabkan oleh rasa tidak suka mengakui bahwa orang lain tahu lebih banyak daripada kita. Baik harga diri maupun rasa takut mengakui kesalahan dapat menghalangi kita bersikap mau diajar. Surat AnNajm:53
INISIATIF.
Murid sejati tidak hanya bersikap terbuka terhadap mereka yang berinisiatif untuk mengajar, tetapi juga berinisiatif untuk belajar pada saat tidak ada orang yang mengajar.
MURABBI/NAQIB SEBAGAI Ustadz
Seorang MURABBI/NAQIB adalah ibarat seorang petani. Setiap hari ia menaburkan rupa-rupa benih: benih kepribadian, disiplin, perilaku, iman, ilmu, pelayanan, kejujuran, keuletan, kemandirian, moral, benih kasih dll. seorang MURABBI/NAQIB harus memiliki titik berangkat sikap optimisme dan pengharapan. Petani menabur benih karena optimis bahwa benih itu akan jadi. Seorang MURABBI/NAQIB mendidik karena mempunyai optimisme bahwa tiap A’DHO bisa belajar dan berkembang.
Optimisme tentunya juga perlu disertai dengan sikap realitis. Tidak semua benih tumbuh subur. Ada benih yang jatuh di tanah yang keras dan berbatu, ada pula yang jatuh di tanah yang gembur. Demikian juga tidak semua bahan didikan tumbuh subur dalam diri A’DHO. Sebab itu untuk mendapatkan hasil yang optimal lahan perlu diolah dan disuburkan. Benih pendidikan akan tumbuh subur bila lahannya kondusif (bersifat mendukung, memberi peluang untuk hasil yang mau dicapai).
Menabur benih pun perlu banyak tindak lanjutnya. Setiap hari tanaman itu perlu disiram. Tanahnya perlu digemburkan. Rumput liar di sekitarnya di cabut. Hama pengganggu disingkirkan. Secara periodik perlu diberi pupuk dan lain sebagainya. Semua itu perlu dilakukan secara teliti, tekun dan sinambung. Seorang petani memang berjerih lelah. Ia mau berlelah dan bersusah.
Seorang MURABBI/NAQIB perlu sabar. Tidak mungkin hari ini menabur lalu besok menuai. Perlu waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil. Pendidikan selalu terjadi dalam proses jangka panjang. Tidak ada pendidikan yang bisa terjadi secara mendadak. Tidak bisa kita mengubah sifat malas dalam satu minggu atau memperbaiki kepribadian dalam satu hari. Oleh karena itu diperlukan komitmen dan disiplin yang kuat dari seorang MURABBI/NAQIB.
MURABBI/NAQIB SEBAGAI Ayah
Seorang NAQIB harus menciptakan suasana yang paling menguntungkan agar A’DHO dapat tumbuh dengan wajar seperti :
- Memberi semangat dengan menonjolkan segi-segi terbaik dari masing-masing A’DHOnya,
- Membangun rasa percaya diri A’DHO dan mendorong A’DHO menggunakan kemampuan-kemampuan dengan cara memberi kesempatan kepada mereka untuk berkhidmat di usrah atau merekomendasi A’DHO untuk program-program khidami.
- Mendengarkan secara aktif dengan memusatkan perhatian pada A’DHO yang sedang berbicara sambil mengajukan pertanyaan-pertanya an yang memperjelas isi pembicaraan.
- Bersikap terbuka terhadap usul A’DHO, dan menolong A’DHO untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
- Peka menilai hubungan antar A’DHO, membangun keharmonisan dan kesepakatan, menyelesaikan konflik-konflik dan ketidak sesuaian pendapat di antara anggota dengan cara menganalisa perbedaan-perbedaan itu secara obyektif dan berusaha mencari titik temu.
Seorang petani (MURABBI/NAQIB) adalah orang yang optimis dan idealis, namun juga tidak lepas dari rasa cemas dan was-was. Ia khawatir apakah benihnya akan bertumbuh dengan baik, soalnya ia tidak dapat berdaya apa-apa untuk menumbuhkan benih itu. Memang tiap hari ia sudah mencangkul dan menyuburkan lahan . Memang tiap hari ia menyiram. Tetapi pertumbuhan benih itu betul-betul berada diluar batas kemampuannya. Pertumbuhan benih bukan tergantung pada petani, melainkan dari faktor lain. Namun justru adanya faktor lain itulah yang menyebabkan seorang petani optimis dan idealis. Baca Ma’alimun fit thariq bab ‘Generasi Qurani yang Unik’
II. QUALITY THINKING
Seorang pemain catur yang baik adalah pemain yang tahu pembukaan dan strategi apa yang akan dijalankan, tahu bagaimana dia akan mengakhiri pertandingan (babak akhir yang akan dicapai), serta kreatif di babak tengah guna mengarahkan permainan ke babak akhir yang telah di tetapkan.
Demikian pula seorang MURABBI/NAQIB yang baik adalah mereka yang tahu langkah awal yang harus dilakukan, dan kreatif selama proses tarbiyah untuk mengarahkan pengkaderan itu ke sasaran akhir sesuai dengan visi tarbiyah. Seorang MURABBI/NAQIB yang baik bukan hanya memiliki tsaqofah yang kuat, tetapi juga dituntut untuk mampu berfikir dengan teliti (quality thinking) dan membuat perencanaan ke depan. Setiap pertemuan adalah moment yang berharga — yang Allah berikan kepada kita. Seorang MURABBI/NAQIB harus menghargai setiap kesempatan yang Tuhan berikan dengan mempersiapkan diri secara optimal dan merencanakannya secara bertahap dan berkesinambungan. Semuanya ini membutuhkan kerja keras dan waktu yang disediakan untuk mengayomi.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar